Merdeka Belajar Berdasarkan Pemikiran Ki Hajar Dewantara

Ditulis oleh Asmal Wafa, dipublikasi pada 2 September 2022 dalam kategori Ruang Guru

Kebijakan Merdeka Belajar merupakan langkah untuk mentransformasi pendidikan demi terwujudnya Sumber Daya Manusia (SDM) Unggul Indonesia yang memiliki Profil Pelajar Pancasila. Namun banyak salah kaprah akan pemahaman Merdeka Belajar.

“Wah… asik nih sekolah sekarang! Boleh belajar boleh tidak!”

“Melanggar aturan sekolah tidak dihukum, karena kita merdeka belajar!

Kalimat-kalimat itulah yang sering terdengar diantara obrolah murid saat pertama kali mendengar adanya kebijakan baru atau perubahan kurikulum tentang penerapan konsep merdeka belajar di sekolah. Pandangan ini tidak sepenuhnya keliru tetapi belum tepat. Bagaimana Merdeka Belajar sebenarnya?

            Konsep Merdeka Belajar didasarkan pada pemikiran dari Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional. Merdeka Belajar fokus pada asas kemerdekaan dalam menerapkan materi yang esensial dan fleksibel sesuai dengan minat, kebutuhan, dan karakteristik dari peserta didik.

Dilansir dari Platform Merdeka Belajar berdasarkan pemikiran KI Hajar Dewantara, Pendidikan dan pengajaran tidak dapat dipisahkan. Menurut Ki Hajar Dewantara pengajaran (onderwijs) adalah bagian dari Pendidikan. Pengajaran merupakan proses pendidikan dalam memberi ilmu atau berfaedah untuk kecakapan hidup anak secara lahir dan batin. Sedangkan Pendidikan  (opvoeding) memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai amggota masyarakat. Beliau memiliki keyakinan bahwa untuk menciptakan manusia Indonesia yang beradab maka pendidikan menjadi salah satu kunci utama untuk mencapainya.

Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan bertujuan untuk menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Pendidik itu  hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak.

Peran Pendidik diibaratkan seorang Petani atau tukang kebun yang tugasnya adalah merawat sesuai kebutuhan dari tanaman-tanamannya itu agar tumbuh dan berbuah dengan baik, tentu saja beda jenis tanaman beda perlakuanya. Artinya bahwa kita seorang pendidik harus bisa melayani segala bentuk  kebutuhan metode belajar murid yang berbeda-beda (berorientasi pada anak). Kita harus bisa memberikan kebebasan kepada anak untuk mengembangkan ide, berfikir kreatif, mengembangkan bakat/minat murid (merdeka belajar), tapi kebebasan itu bukan berarti kebebasan mutlak, perlu  tuntunan dan arahan dari guru agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya.

Ki Hajar Dewantara juga mengingatkan para pendidik untuk tetap terbuka dan mengikuti perkembangan zaman yang ada namun tidak semua yang baru itu baik, jadi perlu diselaraskan dulu. Indonesia juga memiliki potensi-potensi kultural yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar. Dijelaskan bahwa dasar pendidikan anak berhubungan dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam berkaitan dengan sifat dan bentuk lingkungan di mana anak berada, sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan isi dan irama. Artinya bahwa setiap anak sudah membawa sifat atau karakternya masing-masing, jadi sebagai guru kita tidak bisa menghapus sifat dasar tadi, yang bisa dilakukan adalah menunjukan dan membimbing mereka agar muncul sifat-sifat baiknya sehingga menutupi/mengaburkan sifat-sifat jeleknya.

Kodrat zaman dapat diartikan bahwa kita sebagai guru harus membekali keterampilan kepada murid sesuai zamannya agar mereka bisa hidup, berkarya dan menyesuaikan diri. Dalam konteks pembelajaran sekarang, kita perlu membekali murid dengan kecakapan Abad 21Budi pekerti juga harus menjadi bagian tak terpisahkan dari pendidikan dan pengajaran yang kita lakukan sebagai guru. Guru harus senantiasa memberikan teladan yang baik bagi murid-muridnya dalam mengembangkan budi pekerti. Kita juga bisa melakukan kegiatan-kegiatan pembiasaan di sekolah untuk menanamkan nilai-nilai budi pekerti/akhlak mulia kepada anak.

Dalam pembelajaran di kelas hendaknya kita juga harus memperhatikan kodrati anak yang masih suka bermain. Lihatlah ketika anak-anak sedang bermain pasti yang mereka rasakan adalah ‘kegembiraan’ dan itu membuat suatu kesan yang membekas di hati dan pikirannya. Hendaknya guru juga memasukan unsur permainan dalam pembelajaran agar murid senang dan tidak mudah bosan. Apalagi menggunakan permainan-permainan tradisional yang ada, selain menyampaikan pembelajaran melalui permainan , kita juga mendidik dan mengajak anak untuk melestarikan kebudayaan.

Hal terpenting yang harus dilakukan seorang guru adalah menghormati dan memperlakukan anak dengan sebaik-baiknya sesuai kodratnya, melayani mereka dengan setulus hati, memberikan teladan (ing ngarso sung tulodho), membangun semangat (ing madyo mangun karso) dan memberikan dorongan (tut wuri handayani) bagi tumbuh kembangnya anak. Menuntun mereka menjadi pribadi yang terampil, berakhlak mulia dan bijaksana sehingga mereka akan mencapai kebahagiaan dan keselamatan. Tentu saja tidak hanya guru yang mengambil peran ini, orang tua dan lingkungan turut mengambil bagian dari peran ini sehingga dapat mengantarkan anak mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Mari bapak ibu guru dan orang tua hebat, bersama kita bersinergi. Salam dan Bahagia!

Artikel ini ditulis sebagai bagian dari aksi nyata “Menyebarkan Pemahaman tentang Merdeka Belajar” Mohon pembaca berkenan memberikan umpan balik dengan mengisi formulir berikut ini