logo

Legasi Nilai – Lesson learned Tiga Pendahulu

Ditulis oleh L R, dipublikasi pada 24 April 2025 dalam kategori Ruang Guru

Hari rabu lalu (16/4/2025) kami kedatangan seorang sahabat yang juga Wakil Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogya, Dr. Abdul Rozaki. Beliau ke Jepara dalam rangka memenuhi undangan Bupati untuk sebuah pembicaraan kerjasama dengan 14 pimpinan perguruan tinggi di Jateng-Jogja. Di sela-sela menunggu Bupati satu sama lain saling ngobrol. Kepada salah satu pejabat tinggi kabupaten, sahabat saya ini tanya tentang Sekolah Bumi Kartini. Pejabat itu pun menjelaskan bla bla bla intinya SBK tumbuh menjadi sekolah idaman masyarakat Jepara dan untuk bisa sekolah disitu harus rela mengantri. Sembari menyantap gule kambing sahabat kami itu menceritakan dengan ekspresi senang dan menyanjung.

Banyak cerita positif lain seputaran SBK dengan segala dimensinya misalnya prestasi akademiknya, fasilitas belajarnya, karakteristik anak didiknya, guru-gurunya, lingkungan belajarnya dsb. Tapi juga ada cerita bernada minus sebagai koreksi untuk perbaikan ke depan.

Cerita dan animo plus-minus tentang SBK itu sangat penting sebagai tolak ukur sekaligus cermin wajah kita di masyarakat. Namun yang juga penting di catat adalah bagaimana semua cerita dan animo positif itu terbentuk, apa sesungguhnya pembelajaran dari pada pendahulu, terlebih dari mereka yg telah mendahului kita. Menelisik tiga pendahulu (H. Ahmad Zuhud, H. Abdul Wachid Badri, H. Rofiuddin) kami belajar tentang nilai-nilai etis yang mereka tunjukkan selama berinteraksi. Nilai-nilai itu yg menurut kami merekatkan, menjadi obor, dan mendidik setiap langkah kami. Nilai-nilai itu sangat terasa pada kami dan terus menebalkan semangat mengabdi dan berkontribusi pada dunia pendidikan ini.

Foto Alm. H. Zuhud (Pembina YPBK)

Hal utama dari pendahulu adalah motivasi mereka untuk melakukan transformasi. Kita tahu bahwa transformasi dalam dunia pendidikan mengacu pada perubahan mendasar dalam cara pendidikan dirancang, dilaksanakan, dan dinilai, dengan tujuan meningkatkan mutu pembelajaran, relevansi pendidikan, dan kesiapan peserta didik menghadapi tantangan zaman.

Beberapa aspek penting dari transformasi pendidikan yang mengemuka dalam diskusi pendirian SDUT antara lain perubahan paradigma pembelajaran, dari yang berpusat pada guru menjadi berpusat pada murid (student-centered), yang menekankan pada pengembangan karakter, integrasi teknologi digital, kurikulum yang kontekstual dan relevan, pemberdayaan guru dan kepemimpinan sekolah, keadilan dan inklusivitas. Selain itu keunggulan SDUT pada Al-Quran dan kurikulum keagamaan menjadi langgam utama transformasi. Itulah yang membedakan SDUT dengan lainnya. Itulah transformasi pendidilan dasar di Jepara.

Jadi, transformasi pendidikan bukan hanya soal teknologi atau kurikulum baru, tapi juga menyangkut cara berpikir, budaya belajar, dan kolaborasi semua pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan.

Kedua para pendahulu itu mengajarkan tentang makna pengorbanan atau sebut saja rela berkorban kesediaan untuk memberikan sesuatu yang dimiliki—baik waktu, tenaga, pikiran, bahkan harta—demi kepentingan orang lain atau tujuan yang lebih besar, tanpa mengharapkan imbalan. Ketiga orang tua itu luar biasa hebat, kita bisa rasakan pengorbanan mereka ini nyata bermanfaat bagi halayak luas.

Foto Alm. H. Abdul Wahid Badri (Pembina YPBK)

Nilai ketiga yg diteladankan adalah keberanian mengambil risiko. Kemauan untuk menghadapi kemungkinan kegagalan atau kerugian demi mencapai tujuan tertentu, disertai dengan perhitungan dan keberanian dalam menghadapi ketidakpastian. Bisa dibayangkan kompetensi kami dalam dunia pendidikan formal sangatlah terbatas, khususnya dalam keahlian akademik. Sebagian dari kami hanya praktisi pendidikan dan pengusaha. Dari aspek keahlian ini kami sebetulnya bermodal nekat. Namun niat sudah bulat bahwa pendirian sekolah baru ini untuk memajukan dunia pendidikan di Jepara.

Foto Alm. H. Rofiudin (Pembina YPBK)

Kami juga diajari agar memegang teguh nilai tanggung jawab. Ada kesadaran dan kesediaan untuk menanggung akibat dari setiap tindakan atau keputusan yang diambil, serta menyelesaikan kewajiban dengan sungguh-sungguh. Tanah 7000 ribu meter sudah diberikan taken for granted harus diwujudkan jadi sekolah yg bermutu sesuai komitmen dan manfaat tanah sebanyak itu. Artinya kuantitas dan kualitas mesti lebih baik dari sekolah pada umumnya yang lahannya tidak seluas kita. Rasa tanggung jawab ini menggerakan semua lini pengurus. Hasilnya, secara kuantitatif, kita menyamai SD Nasima dalam waktu 4 tahun saja dengan 4 kelas rombel.

Berikutnya penting sekali nilai Kerjasama (coperation) dimana kemampuan dan kemauan untuk bekerja bersama orang lain dalam mencapai tujuan bersama, dengan saling menghargai, berbagi tugas, dan mendukung satu sama lain dapat kita wujudkan. Agak berbeda hasilnya ketika kerjasama ini mengendor. Misalnya pembangunan blok 3,4,5 itu kloset toiletnya jongkok semua. Beda dengan blok 1-2 dimana pada saat itu kami sangat solid dan kompak dalam kerjasama sehingga perkara detail tercover. Toilet di bangunan SMPUT juga sama jongkok semua. Perihal bangunan ini H. Abdul Wachid punya inside untuk menjadikan blok 1-2 sebagai rujukan dalam membangun sarana fisik. Kedua blok itu menurut beliau lebih berkualitas dan estetis.

Legasi lainnya dari tiga pendahulu kita adalah perasaan Saling Percaya itu semacam akhlak dan keyakinan bahwa orang lain akan bersikap jujur, memenuhi janji, dan bertindak sesuai harapan, sehingga memungkinkan terciptanya hubungan yang terbuka dan harmonis. Rasa saling percaya ini begitu terasa ketika Mayadina memimpin SDUT. Pokomen babakan guru dan pembelajaran urusane kepala sekolahnya. Kesabaran dan komitmen Mayadina menorehkan kepercayaan dari masyarakat dengan grafik murid baru yg terus melonjak setiap tahunnya.

Selain itu juga mereka ajarkan tentang kepedulian dimana sikap empati dan perhatian terhadap kondisi, kebutuhan, atau perasaan orang lain maupun lingkungan, yang diwujudkan dalam tindakan nyata untuk membantu atau melindungi. Sikap peduli ini lah pangkal mengapa kita mesti mendirikan sekolah baru, antara lain karena sekolah yang ada sudah stuc, bahkan sebagian degradasi. Sementara sekolah dengan paham berbeda melesat terbang. Kepedulian beliau-beliau itu sangat ideologis dan menuntun kami terus melangkah. Rasa ingin tahu akan proses dan dinamika di yayasan selalu mereka ikuti. Tidak segan mengabarkan dan bertanya, sampai dimana langkah kita. Kepedulian mereka menjadi mata air pikiran dan tenaga kami.

Nilai terakhir yang diajarkan pada pendahulu kiranya adalah Cinta Ilmu merupakan hasrat yang kuat untuk mencari, memahami, dan mengembangkan pengetahuan, serta menghargai proses belajar sebagai jalan menuju kebijaksanaan dan kemajuan. Pada awal berdiri, H. Ahmad Zuhud meminta kita untuk belajar ke Nasima atau Isriyati di Semarang, kalau perlu sinau ke sekolah Katolik Marsudirini, katanya. Ini bagian dari keterbukaan pikiran beliau pada kemajuan ilmu pengetahuan khususnya tentang penata kelola sekolah formal yang modern. Kecintaan pada Ilmu membuat mereka senang diskusi, menerima ide-ide baru. Cinta Ilmu beliau ditandai dengan gairah untuk terus mengaji hingga di senja usianya. Beliau teladan dalam menjadi pembelajar sepanjang hayat (life long learner).

Bagaimana dengan kita selaku pemangku gen yg lebih muda? Para pendahulu telah mengajarkan, tugas kita melanjutkan. Legasi nilai ketiga sesepuh kita itu mengingatkan pada kutipan Sayyidina Ali bin Abi Thalib Tiada kekayaan yang lebih utama daripada akal, tiada keadaan yang lebih menyedihkan daripada kebodohan, dan tiada warisan yang lebih baik daripada pendidikan . Selamat Ulang Tahun YPBK ! Semoga terus tumbuh berinovasi berprestasi ! (LR)